Rabu, 31 Maret 2010

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI

ANAMNESA

Perlu ditanyakan keluhan utama pasien. Pada setiap keluhan ditanyakan :
Sejak kapan timbul
Sifat serta beratnya
Lokasi serta penjalarannya
Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, habis makan, dsb.)
Keluhan lain yang ada kaitannya
Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan
Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat/ringan, datang dalam bentuk serangan, dsb.

Pada setiap pasien dengan penyakit syaraf, harus dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan di bawah ini, dengan mengajukan pertanyaan.
Nyeri kepala
Muntah
Vertigo
Gangguan penglihatan
Gangguan pendengaran
Gangguan syraf otak lainnya
Gangguan fungsi luhur
Gangguan kesadaran
Gangguan motorik
Gangguan sensibilitas
Gangguan syaraf otonom

PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Prinsip :
Untuk Mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma glasgow yang memperhatikan tanggapan / respon pasien terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan atau respon pasien yang perlu diperhatikan ialah : Respon Membuka mata (Eye), Respon verbal (V), dan respon motorik (M).

Skala Glasgow

Area Pengkajian Nilai

Membuka mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supra orbita atau kuku jari) 2
Tidak ada reaksi ( dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata) 1

Respon verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi 5
Kacau (Confused), dapat berbicara dalam kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat 4
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,
Namun tidak berupa kalimat atau tidak tepat 3
Mengerang (tidak mengucapkan kata,
hanya mengeluarkan suara erangan 2
Tidak ada respon 1

Motor Response
Menurut perintah (misalnya suruh pasien angkat tangan) 6

Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supra orbita.
Bila pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud
menepis rangsangan tersebut, berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri

Reaksi menghindar / Withdraws 4

Reaksi fleksi (dekortikasi) Abnormal Flexion 3
Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan objek keras
seperti ballpoint pada kuku jari, Bila sebagai jawaban siku memfleksi,
terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri

Reaksi ekstensi abnormal /Abnormal extention / desebrasi 2
Dengan rangsangan nyeri tersebut diatas, terjadi ekstensi pada siku.
Ini selalu disertai fleksi spastic pada pergelangan tangan.

Tidak ada reaksi 1
(harus dipastikan terlebih dahulu, bahwa rangsangan nyeri telah adekuat


PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL

Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak

Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara :
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.

Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Pasien berbaring lurus,
lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau tahanan.
Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70 o

Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Pasien berbaring lurus di tempat tidur.
Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan tungkai atas.
Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135o

Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Pasien berbaring di tempat tidur.
Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.

Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
Pasien berbaring di tempat tidur.
Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.
Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.


PEMERIKSAAN KEKUATAN MOTORIK

Inspeksi
Perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring dan bergerak,
Perhatikan bentuknya apakah ada deformitas,
Perhatikan ukuran nya apakah sama bagian tubuh kiri dan kanan
Perhatikan adanya gerakan abnormal yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, khorea, atetose, distonia, ballismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni.

Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya
Palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot

Pemeriksaan gerakan aktif
Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita pemeriksa menahan gerakan tersebut
Kita pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan disuruh ia menahan

Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat :
1. Fungsi motoris dengan menilai : Besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot ekstremitas (skala 0 – 5)
0 = tidak ada gerakan
1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak
2 = otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa thd tahanan pemeriksa
4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat
5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Pada pemeriksaan kekuatan otot digunakan skala dari 0-5. Seperti pada gambar di bawah ini:

Pemeriksaan gerakan pasif
Koordinasi gerak

PEMERIKSAAN SENSORIK

Pemeriksaan sensibilitas : Pemeriksaan rasa raba, Pemeriksaan rasa nyeri, Pemeriksaan rasa suhu
Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap
Pemeriksaan rasa getar
Pemeriksaan rasa tekan
Pemeriksaan rasa interoseptif : perasaan tentang organ dalam
Nyeri rujukan

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

Pemeriksaan N. I : Olfaktorius

Fungsi : Sensorik khusus (menghidu, membau)
Cara Pemeriksaan :
Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman penciuman.
Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh, tembakau dan jeruk.
Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh pasien menciumnya
Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lobang hidung yang lainnya dengan tangan.

Pemeriksaan N. II : Optikus

Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.
Mempelajari lapangan pandangan
Memeriksa keadaan papil optik

Cara Pemeriksaan :
Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II , yaitu :
Ketajaman penglihatan
Lapangan pandangan
Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :
Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal.
Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.
Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.
Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap normal.
Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.
Pemeriksaan snellen chart
Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6 m
Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.
Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman penglihatannya norma (6/6)
Bila tidak normal :
Misal 6/20, berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 m, pasien hanya dapat memaca pada jaral 6 m, namun bila pasien dapat melihat melalui lubang kecil (kertas yang berluang, lubang peniti), huruf bertambah jelas, maka pasien mengalami kelainan refraksi.
1/300 = Pasien dapat melihat gerakan tangan / membedakan adanya gerakan atau tidak
1/~ = pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang

Pemeriksaan Lapangan Pandangan :
Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang dianggap normal., dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.
Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 m.
Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.
Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya
Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

Pemeriksaan N. III Okulomotorius
Fungsi : Sematomotorik, visero motorik
Meninervasi m. Rektus internus (medialis), m. Rektus superior dan m. Rektus inferior, m levator palpebra, serabut visero motorik mengurus m. Sfingter pupil dan m. Siliare (lensa mata).

Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi : Somatomotorik
Menginervasi m. Obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikkan ke bawah dan nasal.

Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik
Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut.
Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.

Cara pemeriksaan fungsi motorik :
Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.
Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.
Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuh

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang dipersyarafi.
Periksa reflek kornea

Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke arah temporal

Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III, mengatur otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamka matanya karena diplopia.
Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil membesar
Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung., caranya :
Pasien disuruh melihat jauh.
Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil
Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.

Pemeriksaan N. VII Fasialis

Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara Pemeriksaan  fungsi motorik :
Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.
Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien disuruh melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat, muka simetris.
Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
Suruh pasien memejamkan mata
Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)
Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.

Fungsi pengecapan :
Pasien disuruh menjulurkan lidah
Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.
Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat.

Pemeriksaan N. VIII Akustikus
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
Ketajaman pendengaran
Tes swabach
Tes Rinne
Tes weber

Cara untuk menilai keseimbangan :
Tes romberg yang dipertajam :
Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih

Tes melangkah di tempat
Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa
Suruh pasien untuk tetap di tempat
Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari tempat semula atau badan berputar lebih 30 o

Tes salah tunjuk
Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa
Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula
Gangguan (+) bila didapatkan salah tunjuk

Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik

Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik

N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :
Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa
Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau tidak sama sekali.
Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
Pasien disuruh membuka mulut
Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang sehat.

Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan cara :
pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
Dapat dinilai kekuatan ototnya.

Lihat otot trapezius
apakah ada atropi atau fasikulasi,
apakah bahu lebih rendah,
apakah skapula menonjol
Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien
Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.
Dapat dinilai kekuatan ototnya.

Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerak
Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
besarnya lidah,
kesamaan bagian kiri dan kanan
adanya atrofi
apakah lidah berkerut
Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan

PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
Reflek tendon dalam (bisep dan trisep)
Derajatnya : 0 = absen reflek
1=Menurun
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek dengan klonus
2. Reflek superficial
a. Reflek kulit perut :
epigastrium T 6-9, abdomen tengah T 9-11, Hiogastrium T 11-L1. Abdomen digores dari arah luar menuju umbilikus --- kontraksi dinding perut
b. Kremaster ( L 1-2)
Paha bagian dalam digores—kontraksi kremaster dan penarikan testis ke atas
c. Reflek anus ( S3-4-5)
Pakai sarung tangan ujung jari dimaasukkan kedalam cincin anus terasa kontraksi spingter ani
d. Reflek bulbokavernosus
Kulit penis atau glan dicubit terlihat kontraksi bulbokavernosus
5. Reflek Plantar ( L 5, S 1-5)
Telapak kaki dirangsang akan timbul fleksi jari kaki seperti pemeriksaan Babinski



PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
Chadock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral ke depan
Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur kebawah (+ = babinski)
Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
Scahaefer
Tanda babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
Hoffman –Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari tengah

Referensi :
Lumbantobing (2000) Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar